| |||
Friday, October 14, 2005 | 10:46 PM
Berita di tv tadi sore memicuku untuk menulis ini..Seorang warga (wanita) masyarakat (yang termasuk kategori) miskin meninggal karna ‘kelelahan’ mengantri mendapatkan dana kompensasi..Kelelahan di sini banyak faktor penyebabnya, karna kelamaan mengantri di siang hari yang panas di dalam antrian panjang, berdesak-desakan dengan pengantri lainnya, mungkin juga karna lelah batin memikirkan kehidupan yang selalu penuh kesulitan...Korban meninggal di dalam usahanya untuk ‘melanjutkan’ hidup..Miris sekali rasanya..Seperti yang diberitakan, ini adalah korban pertama yang jatuh dalam peristiwa pembagian dana kompensasi. Kita tentu tidak menginginkan jumlah korban akan bertambah, tapi aku pribadi sudah pesimis melihat cara kerja pejabat & petugas yang bersangkutan.Sudahlah bikin kebijakan yang tidak populer (istilah mereka), waktunya mepet, sosialisasi & pengaturannya pun serba 'grasa-grusu' plus sangat 'dipaksakan'..Apa memang mesti begitu ?!Apa sih yang bisa berjalan lancar di Indonesia ini ? Jengah juga terus-2an mempertanyakan ketidakberesan bangsa yang ‘disinyali r’ besar dan kaya ini..Katanya rakyat Indonesia sekarang sudah cukup dewasa dalam menghadapi masalah-2 sosial, sudah banyak yang pintar-2 mencari solusi memecahkan persoalan bangsa...Tapi ‘gajah di depan mata’ memang sering luput dari pandangan..Mungkin pengaruh ‘kebudayaan’ kita yang dekat dengan ‘ilmu tak kasat mata’, bergaul dengan ‘dunia lain’ sehingga bisa bikin mata tidak mendektesi keberadaan gajah yang pastinya lebih gede dari bagong (bukan ‘segede bagong’ lagi urusannya..)...Itu kan cuma perumpamaan, gajah di sini adalah jumlah rakyat miskin yang ada di Indonesia..Bisa dibilang 2/3 rakyat Indonesia itu miskin, dan itu berarti kita bicara jumlah yang sangat tidak sedikit. Gak ada satupun manusia yang senang miskin, tapi itulah faktanya. Kita ini bangsa yang miskinnya komplit, miskin harta dan hati. Jadi gak aneh, yang kaya jadi kaya sendiri, yang pintar cuma pintar sendiri..Lalu si miskin semakin ‘frustasi’ dan kalap. Sekali lagi, siapa yang menginginkan kemiskinan ?? Kalau mau jujur, kita-2 yang mungkin lebih beruntung ini malah jarang dan enggan memikirkannya...Too busy to think about the others ?? |
|
||
|
|
Credits