Sekarang kepala-ku sebenarnya sdg nyut-2, antara lain karna tugas-2 pekerjaanku yang mulai dibayangi ‘deadline’. Kok kaya’nya gak seru ya kalo gak ngerjain tugas dengan sistim SKS ? Kebiasaan jelek tapi gak ada daya untuk menghindarinya..hehe..
Aku sebenarnya punya kebiasaan lumayan rajin mengumpulkan materi tugas yang diperlukan jauh-2 hari sblm batas deadline – enaknya lagi kalo pas nyari materinya via internet, bisa nyambi nyolong waktu buat blogwalking juga - , cuma aku lebih males menyusun atau mengetiknya lebih awal..Secara sugesti aku udah merasa ‘aman’ dengan adanya persediaan materi, tinggal diedit sana-sini kan gak bakalan makan waktu lama..Seperti sekarang, aku masih cuek dengan tugas-2ku dan lebih berniat buat bikin posting baru...Ngeblog masih gak kalah penting tentunya..*evil grin*
Cerita ini terjadi hari Kamis lalu, sehari sebelum kita memperingati Hari Pahlawan (syukurlah semakin aku gede rasa nasionalismeku juga semakin ‘membaik’..rasa-2nya sih begitu..)..Entah cerita ini bisa dikaitkan dengan tema kepahlawanan atau sebagai cerita biasa yang bisa saja dikisahkan oleh berjuta-juta orang di bumi ini. Buatku cerita ini tetap berbeda karna sangat jarang kudengar di dalam ritme hidup kita yang semakin sibuk, cepat dan melesat..Ini cerita dari seorang teman yang satu ‘periuk’ denganku..Maksudnya kami sama-2 ngajar. Sebut saja namanya
Levy, female, 28 thn-an, berdarah asli Sumatra Utara dan msh single. Aku lebih ‘senior’ beberapa bulan start mengajar di tempat kerja kami sekarang. Waktu pertama kali kenal dia, aku melihatnya sebagai pribadi yang apa adannya dan agak lugu. Bisa dimaklumi karna menurut cerita Levy sendiri dia berasal dari keluarga sangat sederhana dan tinggal di sebuah daerah yg belum begitu berkembang. Seingatku dia juga bilang di sekitar rumahnya itu belum ada aliran listrik, amat sangat desa. Dari cerita-2 Levy aku menangkap kesan bahwa orang tuanya sangat mementingkan pendidikan walopun dengan kemampuan ekonomi yang sangat terbatas. Levy sendiri adalah seorang sarjana yang sebelum datang ke Jakarta juga sudah jadi guru di daerah asalnya, dan belakangan aku juga tau kalo seorang adiknya berhasil masuk 2 besar pemenang Indonesia Idol tahun**..not necessary to be mentioned, tapi silahkan aja tebak-2 buah manggis yang mana adiknya itu..Info inipun aku dapat bukan dari Levy, tapi dari beberapa teman satu kantorku yang sudah mengenal Levy sebelumnya. Levy sendiri malah hampir gak pernah cerita tentang adiknya itu kalo gak ditanya duluan. Dia memang bukan tipikal kebanyakan manusia, suka ‘nebeng’ popularitas/keberhasilan orang lain walopun itu keluarganya sendiri..Bukan tipe orang yang gak pede dengan ‘kekuatannya’ sendiri..
Pada hari Kamis yang panas itu, di dalam metro mini dan diselingi jalan kaki beberapa ratus meter, aku terlibat dialog dengan Levy dengan topik yang selalu sensasional ..Kehidupan. Tanpa mengubah isinya, cerita Levy kubuat dalam bentuk monolog...and her story goes like this..:
“....Mungkin gak ada yang mengira baru di tahun yang lalu aku bisa merasakan naik pesawat buat pertama kalinya. Itulah pada saat aku datang ke Jakarta ini..Aku bersyukur akhirnya aku bisa naik pesawat dan tiketnya aku beli bukan dengan uang dari orang tuaku. Tiket itu kubeli dari rejeki yang datang lewat tangan orang lain, tanpa merepotkan orang tuaku. Aku sangat menikmati perjalananku selama di pesawat, melihat rumah-2 dan mobil-2 yang kecil banget di bawah sana, melihat awan yang berlapis-lapis..baguss...aku merasa ada di sorga. Aku terus-2an bilang ke diriku : “Aku sedang di sorga”. Aku benar-2 sangat menikmatinya. Siapa yang tau itu bisa saja jadi kesempatan pertama sekaligus terakhir kalinya aku naik pesawat...Mungkin seperti itulah Tuhan dari atas melihat kita di bawah sini, kita semua sama dan kecil. Kalo Tuhan marah gampang sekali buat Dia untuk ‘memusnahkan’ kita yang serba kecil ini. Dari atas sana siapa yang bisa melihat ada orang yang paling hebat di bumi ini, sekalipun misalnya dia bikin rumah bertingkat 20 dan merasa sudah ada ditempat yang paling tinggi di dunia, tapi kan masih ada lagi langit yang lebih tinggi di atasnya..Ada Tuhan di atas segala-galanya..”Mungkin cerita senada tentang ketakjuban akan kebesaran Tuhan sudah sering kita baca atau dengar, tapi yang bikin aku terkesan dari cerita Levy adalah cara dia mengapresiasi sesuatu yg sederhana dengan sangat thankful and meaningful. Kok aku yang udah berkali-kali naik pesawat, melihat awan atau rumah-2, sawah-2 & mobil-2 yang - dari atas pesawat jadi kelihatan - serba kecil gak pernah terlintas pikiran-2 yang ‘awakening’ seperti itu ?
Aku juga suka ngambil gambar dari atas pesawat seperti foto di postingku ini..Foto ini aku bikin tahun lalu, gambar yang terlihat adalah garis pantai sekitar kota Padang. Waktu itu yang pikiran yang terlintas malah :
“bagaimana ya bentuk garis pantai ini kalo misalnya kena tsunami ?”.. Aku gak mengharapkan kejadian yang buruk ya, hanya saja secara geogarafis kota Padang memang salah satu daerah yang paling rawan tsunami di negri ini.
Jujur aja aku jadi berpikir jangan-2 karna sudah merasa biasa akan sesuatu aku jadi jarang menikmati sekaligus mensyukurinya ? Apa jadinya sesuatu yang sudah kita anggap biasa dan sederhana itu tiba-tiba hilang dari hidup kita ? Kagok juga kan ?!
In the middle of hot Thursday afternoon I’ve learned something from Levy.
Levy sangat menghargai kehidupannya dalam rasa bersyukur yang sangat besar, sekecil apapun bentuk nikmat yang dirasakannya.